Senin, 02 Maret 2015





HIMBIO IAIN CIREBON Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

serah trima jabatan kepengurusan himbio angkatan 2014/2015



HIMBIO IAIN CIREBON Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.




HIMBIO IAIN CIREBON Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Minggu, 01 Maret 2015

rangkuman makalah psq




TAHUN 2014/2015
KELOMPOK 1
A. Pengertian Ulumul Qur’an
                   Istilah ulumul quran  berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Quran”. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata ilm yang berarti ilmu-ilmu. Secara bahasa ulumul quran berati ilmu-ilmu al-quran. Kata “ulum” yang didasarkan pada kata “AL-quran” telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al quran, baik dari segi keberadaanya sebagai al quran maupun dari segi pemahamanya terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu rasmil quran, ilmu I’jazil quran, dan ilmu yang kaitanya dengan al quran menjadi bagian dari ulumul quran.
B. Sejarah dan Latar Belakang  Ulumul Qur’an
1. Sejarah Ulumul Qur’an
          Di permulaan lahirnya Islam-masa Nabi dan sahabat,istilah-istilah Ulumul Qur’an sebagai sebuah disiplin ilmu tertentu belumlah dikenal. Pada umumnya para sahabat mempunyai kemampuan memahami Al-qu’an dengan baik. Jika mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu,mereka dapat menanyakannya langsung kepada Nabi. Misalnya,ketika mereka menanyakan firman Allah dalam QS. al-An’am ayat 82 tentang pengertian zhulm,Nabi menjawabnya dengan berdasarkan kepada surat Luqman ayat 13 bahwa zhulm itu adalah syirk. Dengan demikian sangat wajar jika ilmu-ilmu Al-qur’an pada masa Nabi Muhammad belum di bukukan mengingat kondisinya belum membutuhkan disebabkan kemampuan para sahabat yang cukup mapan dalam menghafal Al-qur’an. Disamping itu,kemampuan mereka dalam menulis relatif sedikit,bahkan kettika itu ada larangan dari Nabi Muhammad untuk menuliskan selain Al-qur’an.
   Umat islam semakin berkembang seiring dengan semakin luasnya  kekuasaan islam hingga mencapai luar Arabia,terutama dimasa ‘Ali bin Abi Thalib. Mereka yang tidak menguasai bahasa Arab sering melakukan kesalahan dalam membaca Al-qur’an karena mereka tidak mengerti perubahan-perubahan bacaan akhir kalimat dalam Al-qur’an (I’rab). Sedangkan Al-qur’an ketika itu belum diberi harakat atau tanda baca lainnya untuk memudahkan membaca Al-qur’an. Oleh karena itu,’Ali memerintahkan Abu al-Aswad al-Dualiy (w.619 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab dalam upaya bahasa Al-qur’an. Tindakan ‘Ali ini kemudian dianggap sebagai perintis lahirnya ‘Ilm al-Nahw dan ‘Ilm I’rab Al-qur’an.
     Setelah berakhirnya masa pemerintahan Khulafa Rasyidin,pemerintahan islam dilanjutkan oleh penguasa Bani Umayyah. Upaya pengembangan dan pemeliharaan Ulumul Qur’an di kalangan sahabat dan tabi’in semakin marak,khususnya melalui periwayatan sebagai awal dari usaha pengkodifikasian. Tokoh penting sebagai perintis dalam usaha periwayatan adalah sahabat besar yang empat, Ibn ‘Abbas,Ibn Mas’ud,Zaid bin Tsabit,Ubay bin Ka’b,Abu Musa al-Asy’ariy dan Abd Allah bin Zubair (kalangan sahabat); Mujahid,’Atha bin Abi Rabbah,Ikrimah (maula Ibn ‘Abbas),Qatadah,Hasan al-Bashr,Sa’id bin Zubair,Za’id bin Aslam di Madinah (kalangan tabi’in). Mereka mempelopori lahirnya disiplin ilmu yang dinamai ‘Ilm Asbab al-Nuzul,’Ilm al-Makiy wa al-Madaniy,’Ilm al-Nasikh wa al-Mansukh,’Ilm Gharib Alqur’an,’Ilm al-Tafsir dan sebagainya.


2. Latar Belakang Ulumul Qur’an
Istilah Ulumul Qur’an pertama kali yaitu pada abad ke-7 H. Alasannya,karena pada akhir abad tersebut mulai ada kitab yang memakai istilah Ulumul Qur’an yaitu kitab Funun al-Afnan fi ‘Ulum Al-qur’an dan kitab Mujtaba’ fi ‘Ulum Tata’allaq bi Al-qur’an yang ditulis oleh Abu al-Faraj ibn al-Jawziy (w. 597 H.).
                  Pendapat lain bahwa mengatakan bahwa istilah Ulumul Qur’an lahir pada permulaan abad ke-5 H,tetapi ada juga yang mengatakan bahwa Ulumul Qur’an lahir sejak abad ke-3 H, yaitu dengan munculnya karya Ibn Marzuban yang dalam kitabnya telah menggunkan istilah Ulumul Qur’an, al-Hawiy fi ‘Ulumul Qur’an.

C. Perkembangan Ulumul Qur’an
1. Perkembangan ‘Ulumulul Qur’an Abad II H.
Tentang masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad II H. para ulama memberikan prioritas atas penyusunan tafsir sebab tafsir merupakan induk ‘Ulumul Qur’an. Di antara ulama abad II H. yang menyusun tafsir adalah: Yazid bin Harun Al- salami (w. 117 H), Syu’bah Al-Hjjaj (w. 160 H.), Sufyan bin ‘Uyainah (w. 198 H.), Sufyan Ats-Tsauri (w. 161 H.), Waqi’ bin Al-jarrh (128-197 H.), Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H.), Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H.).
2. Perkembangan ‘Ulumul Qur’an Abad III H.
Pada abad III H. selain tafsir dan ilmu tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa ilmu Al-Qur’an (Ulumul Qur’an), di antaranya: ‘Ali bin al-MAdini (w. 234 H.), gurunya Imam Al-Bukhari, yang menyusun Ilmu Asbab An-Nuzul, Abu ubaid al-qasimi bin salam (w. 224 H.) yang menyusun Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh, Ilmu Qira’at, dan Fadha’il Al-Qur’an, Muhammad bin ayyub adh-durraits (w. 294 H.) yang menyusun Ilmu Makki wa Al-Madani, Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban (w. 309 H.) yang menyusun kitab Al-Hawi Fi’ ‘Ulum Al-Qur’an.
3. Perkembanga Ulumul Qur’an abad IV H.
Pada abad IV H. mulai disusun Ilmu Gharib Al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an dengan memakai istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Diantara ulama yang menyusun ilmu-ilmu itu adalah: Abu Bakar As-Sijistani (w.330 H.) yang menyusun kitab Gharib Al-Qur’an, Abu bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (w. 328 H.) yang menyusun kitab ‘Aja’ib ‘Ulum Al-Qur’an, Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H.) yang menyusun kitab Al-Mukhtazan fi’ ‘Ulum Al-Qur’an, Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Kurkhi (w. 360 H.) yang menyusun kitab Nukat Al-Qur’an Ad-Dallah ‘Ala Al-Bayan fi Anwa’ Al-‘Ulum Wa Al-Ahkam Al-Munbi’ah ‘An Ikhtilaf Al-Anam, Muhammad bin ‘Ali Al-Adfawi (w. 388 H.) yang menyusun kitab Al-Istighna’ fi’ ‘Ulum Al-Qur’an (20 jilid).

4. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad V H.
Pada abad V H. mulai disusun Ilmu I’rab Al-Qur’an dalam satu kitab. Di samping itu, penulisan kitab – kitab Ulumul Qur’an masih terus dilakukan oleh ulama masa ini. Di antara ulama ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Qur’an pada masa ini adalah : ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (w. 430 H.), selain mempelopori penyusunan I’rab Al-Qur’an, ia pun menyusun kitab Al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an., Abu ‘Amr Ad-Dani (w. 444 H.) yang menyusun kitab At-Taisir fi Qira’at As-Sab’i dan kitab Al-Muhkam fi An-Naqth

5. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VI H.
Pada abad VI H. di samping terdapat ulama yangbmeneruskan pengembangan Ulumul Qur’an, juga terdapat ulama yang mulai menyusun ilmu Mubhamat Al-Qur’an, di antaranya adalah:Abu Al-Qasim bin ‘Abdurrahman As-Suhaili (w. 581 H.) yang menyusun kitab Mubhamat Al-Qur’an, Ibn Al-jauzi (w. 597 H.) yang menyusun kitab Funun Al-Afnan fi ‘Aja’ib Al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba’ fi ‘Ulum Tata’allaq bi Al-Qur’an.

6. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VII H.
Pada abad VII H. ilmu-ilmu Al-Qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majas Al-Qur’an dan Ilmu Qira’at. Di antara ulama abad VII yang besar perhatiannya terhadap ilmu-ilmu ini adalah: Alamuddin As-Sakhawi (w. 643 H.), kitabnya mengenai ilmu Qira’at dinamai Hidayat Al-Murtab fi Mutasyabih, Ibn ‘Abd As-Salam yang terkenal dengan nama Al-‘Izz (w. 660 H.) yang mempelopori penulisan ilmu Majaz Al-Qur’an dalam satu kitab, Abu Syamah (w. 655 H.) yang menyusun kitab Al-Mursyid Al-Wajiz fi ‘Ulum Al-Qur’an Tata’allaq bi Al-Qur’an Al-‘Aziz.

7. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VIII H.
          Pada abad VII H. muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an, sedangkan penulisan kitab-kitab tentang Ulumul Qur’an terus berjalan. Di antara mereka adalah: Ibn Abi Al-isba’ yang menyusun ilmu Badai’i Al-Qur’an, Ibn Al-Qayyim (w. 752 H.) yang menyusun ilmu Aqsam Al-Qur’an, Najmuddin ath-Thufi (w. 716 H.) yang menyusun Ilmu Hujaj Al-Qur’an atau Ilmu Jadal Al-Qur’an, Abu Al-Hasan Al-Mawardi, yang menyusun Ilmu Amtsal Al-Qur’an, Badruddin Az-Zarkasyi (745-794 H.) yang menyusun kitab Al-Burhan fi ‘ulum Al-Qur’an, Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyah Al-Harrani (w. 728 H.) yang menyusun kitab Ushul Al-Tafsir

8. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IX dan X H
          Pada abad IX dan permulaan abad X H., makin banyak karangan yang ditulis ulama tentang Ulum Al-Qur’an. Pada masa ini, perkembangan Ulumul Qur’an mencpai kesempurnaannya. Di antara ulama yang menyusun Ulumul Qur’an pada masa ini adalah: Jalaluddin Al-Bulqni (w. 824 H.) yang menyusun kitab Mawaki’ Al-‘Ulum min Mawaqi’ al-Nujum, Muhammad bin Sulaiman Al-Kafiyaji (w. 879 H.) yang menyusun kitab At-Taisir fi Qawa’id At-Tafsir, Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Kamaluddin As-Suyuthi (849-911H.) yang menyusun kitab Ath-TAhbir fi ‘Ulum At-Tafsir

9. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad XIV H.
Setelah memasuki abad XIV H., bangkitlah kembali perhatian ulama dalam penyusunan kitab-kitab yang membahas Al-Qur’an dari berbagai segi. Kebangkitan ini di antaranya dipicuh oleh kegiatan ilmiah di Universitas Al-Azhar Mesir, terutama ketika universitas ini membuka jurusan-jurusan bidang studi yang menjadikan tafsr dan hadits sebagai salah saatu jurusannya.

D. Objek pembahasan ulumul quran
Ulumul Qur’an secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu: ‘ilm al-riwayah dan ‘ilm dirayah. ‘ilm al-riwayah adalah ilmu-ilmu Al-Qur’an yang diperoleh dengan cara periwayatan (naql).


T.M. Hasbi al-Shiddiqiy membagi Ulumul Qur’an kepada 15 macam ilmu diantaranya:
1.      Ilmu Mawathin al-Nuzul adalah Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2.      Ilmu tawarikh al-Nuzul adalah Ilmu ini menjelaskan masa turun ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai akhirnya serta urutan turun surah dengan sempurna.
3.      Ilmu Asbab al-Nuzul adalah Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.
4.      Ilmu Qiraat adalah Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
5.      Ilmu Tajwid adalah Ilmu ini menerangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
6.      Ilmu Gharib Al-Qur’an adalah Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
7.      Ilmu I’rab Al-Qur’an adalah Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Al-Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8.      Ilmu Wujuh wa al-Nazair adalah Ilmu ini menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9.      Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih adalah Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang mutasyabihat (samar maknanya, perlu ditakwil).
10.  Ilmu Nasikh wa al-Mansukh adalah Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
11.  Ilmu Badai’ Al-Qur’an adalah Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
12.  Ilmu I’jaz Al-Qur’an adalah Ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat membungkam para sastrawan Arab.
13.  Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an adalah Ilmu ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan dan yang dibelakangnya.
14.  Ilmu Aqsam Al-Qur’an adalah Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
15.  Ilmu Amtsal Al-Qur’an adalah Ilmu ini menerangkan maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.






KELOMPOK 2
A.     MAKNA AL-QUR’AN
Dari segi bahasa, terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian Al-Qur’an. Sebagian berpendapat, penulisan lafal Al-Qur’an dibubuhi huruf hamzah. Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa dibubuhi huruf hamzah. Asy-Syafi’i, al-farra dan al-syi’ari termasuk di antara ulama yang berpendapat bahwa lafal Al-Qur’an di tulis tanpa huruf hamzah.
Al-syafi’i mengatakan, lafal Al-Qur’an yang terkenal itu musytaq (pecahan dari akar kata apapun) dan bukan pula berhamzah (tanpa tambahan huruf hamzah di tengahnya, jadi dibaca Al-Quran), menurutnya lafal tersebut bukan berasal dari akar kata qara-a (membaca), sebab kalau akar katanya qara-a,  tentu tiap suatu yang dibaca dapat dinamai Al-Qur’an.
Dari segi istilah para ahli memberikan definisi Al-Qur’an sebagai berikut :
a.       Menurut manna’ al-Qaththan, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah.
b.      Menurut al-Zarqani, Al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dari permulaan surah Al-Fatihah sampai akhir surah An-Nas.
c.       Menurut Abdul Wahhab Khallaf, Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, Muhammad bin Abdullah melalui al-Ruhul Amin (Jibril as) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi Hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya.  (Nata, 1996 : 51-56).

B.     NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALQUR’AN
Allah sendiri yang menamakan apa-apa yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya itu, Al-Qur’an, Kitab , Furqan, Zikr, dan Qaul. Seluruh nama-nama ini tersimpul dalam suatu lafaz yaitu Al-Qur’an. Dan lafaz Al-Qur’an ini terdapat pada tujuh puluh ayat. Keseluruhannya itu terang dan jelas, nama ini berdasarkan dalil-dalil khusus. Oleh sebab itu lafaz Al-Qur’an itu banyak ditulis orang. Untuk kitabullah ini, makna nama Al-Qur’an inilah yang biasa disebut orang, biasa diucapkan oleh nabi dan nama ini dipelihara oleh kaum muslimin. Menurut Imam Syafi’i nama Al-Qur’an itu khusus terambil dari perkataan Allah. Bukan mahmuz dan bukan pula terambil dari lafadz qara-a (qiraah). Tapi adalah nama untuk kitab Allah, seperti halnya, Taurat dan Injil.
  1. NAMA-NAMA LAIN AL-QUR’AN

a.       Al-Kitab (buku)
b.      Al-Furqan (pembeda benar salah)
c.       Adz-Dzikr (pemberi peringatan)
d.      Al-Mau’idhah (pelajaran/nasehat)
e.       Asy-Syifa’ (obat/penyembuh)
f.       Al-Hukm (peraturan/hukum)
g.       Al-Hikmah (kebijaksanaan)
h.      Al-Huda (petunjuk)
i.        At-Tanzil (yang diturunkan)
j.        Ar-Rahmat (karunia)
k.      Ar-Ruh (ruh)
l.        Al-Bayan (penerang)
m.    Al-Kalam (ucapan/firman)
n.      Al-Busyra (kabar gembira)
o.      An-Nur (cahaya)
p.      Al-Basha’ir (pedoman)
    
2. SIFAT-SIFAT AL-QUR’AN
a.       Nuur
b.      Mubin
c.       Huda
d.      Syiifa

e.       Rahmah
f.       Mau’idzah
g.       Basyir
h.      Nazir



C.     PERBEDAAN HADIS QUDSIY DAN HADIS NABAWI
Rasul SAW kadang menyampaikan kepada para sahabat nasehat-nasehat dalam bentuk wahyu, akan tetapi wahyu tersebut bukanlah bagian dari ayat Al-Qur’an. Itulah yang yang biasa disebut dengan Hadis Qudsiy atau sering disebut juga dengan Hadis Ilahy atau Hadis Rabbany.
Yang dimaksud dengan Hadis Qudsiy yaitu : “setiap Hadis yang Rasul menyandarkan perkataannya kepada Allah ‘Azza wa jalla”
Jumlah Hadis Qudsiy ini menurut Syihab Al-Din ibnu Hajar Al-Haytami dalam “Kitab Syarah Arba’in Al-Nawawiyah” tidak cukup banyak yaitu berjumlah lebih dari seratus hadis.
Hadis Qudsiy ini biasanya bercirikan sebagai berikut :
a.       Ada redaksi hadis qala/yaqulu Allahu
b.      Ada redaksi fi ma rawa/yarhiwi ‘anillahi tabaraka wa ta‘ala
c.       Dengan redaksi lain yang semakna dengan redaksi di atas, setelah selesai menyebutkan rawi yang menjadi sumber pertamanya, yakni sahabat.
Bila tidak ada tanda-tanda demikian, biasanya termasuk Hadis Nabawi.
(Suparta, 2011 : 16-17).
Perbedaan antara Hadis Qudsiy dan Hadis Nabawi lainya adalah bahwa yang terakhir dinisbatkan kepada Rasul SAW dan diriwatkan dari beliau. Sedang hadis Qudsiy dinisbatkan kepada Allah SWT. (Al-Khatib, 1998).
D.     KARAKTERISTIK AL-QUR’AN
Istilah kunci dalam Al-Qur’an yang tidak boleh diabaikan adalah konsep tentang surah dan ayat. Kedua istilah ini merupakan istilah teknis yang merujuk pada bagian-bagian tertentu dalam Al-Qur’an yang dengan sendirinya melekat dan menjadi hal yang tak terpisahkan dengan Al-Qur’an.
a.       Surah
Istilah surah merupakan nama yang dipakai untuk merujuk “bab” dalam Al-Qur’an. Mengacu pada perhitungan Mushaf Usmani, keseluruhan surah Al-Qur’an berjumlah 144.

b.      Ayat
Ketika mendengar kata “ayat” disebut, seketika pemahaman kita terfokus pada surah. Memang, “ayat” oleh sebagian ahli tafsir diartikan dengan “beberapa jumlah atau susunan perkataan yang mempunyai awal dan akhir yang dihitung sebagai suatu bagian dari surah”. Di dalam Al-Qur’an, kata “ayat”  muncul sekitar 400 kali, baik dalam bentuk tunggal maupun jamak.  Urutan ayat-ayat Al-Qur’an diyakini oleh seluruh umat Islam dilakukan berdasar atas tauqifi. Artinya, dilakukan atas petunjuk Nabi Muhammad yang diterima dari Allah melalui perantara malaikat jibril.  (Faizah, 2008 : 112-129)
Dr. Yusuf Qaradhawi memaparkan beberapa karakteristik Al-Quran dalam kitabnya ” Kaifa Nata’amal ma’al al-Quran“,( Bagaimana berinteraksi dengan Al-Quran), secara singkatnya sebagai berikut :
1.      Al-Quran adalah Kitab Ilahi
2.      Al-Quran adalah Kitab Suci yang terpelihara
3.      Al-Quran adalah Kitab suci yang menjadi Mukjizat
4.      Al-Quran adalah Kitab Suci yang menjadi Penjelas dan dimudahkan Pemahamannya
5.      Al-Quran adalah Kitab Suci yang Lengkap
6.      Al-Quran adalah Kitab Suci Seluruh Zaman
7.      Al-Quran adalah Kitab suci bagi Seluruh Umat Manusia

KELOMPOK 3
A.    Pengertian I’jaz dan Mukjizat
1.       I’jaz
Dari segi bahasa (etimologi), i’jaz berasal dari kata a’jaza  yu’jizu  i’jazan  yang artinya melemahkan, memperlemah, atau menetapkan kelemahan. Kata i’jaz sendiri awalnya berasal dari kata dasar a’jaza ya’jizu  yang artinya lemah atau tidak mampu. Seperti dalam contoh a’jaztu zaidan “aku mendapati Zaid tidak mampu”. Sedangkan menurut istilah i’jaz didefinisikan oleh Manna Khalil al Qaththan dan Ali al-Shabuny dalam tulisan Usman. Manna Khalil al-Qaththan mendefinisikan i’jaz sebagai “menampakan kebenaran Nabi saw dalam pengakuan orang lain.

2.       Mukjizat
Kata mukjizat dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Kata mukjizat terambil dari kata bahasa arab (a’jaza) yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak mampu”. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan apabila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, ia dinamai mu’jizat. Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama islam, antara lain, sebagai “suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannnya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak melayani tantangan itu”.

B.    Pembagian Jenis Mukjizat
1.   Mu’jizat Material Indrawi Artinya Mukjizat yang tidak kekal
2.   Mukjizat Immaterial Artinya Mukjizat ini bersifat kekal dan berlaku sepanjang jaman

C.    Perbedaan Al-Quran dengan Mukjizat lainnya
Ada beberapa perbedaan besar antara mukjizat Al-Quran dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya, antara lain :
·         Mukjizat Nabi sebelumnya bersifat fisik (hissiyah)
·         Mukjizat Nabi-nabi sebelumnya terfokus pada ‘penakjuban pandangan’,

D.    Sisi-sisi Mukjizat Al-Qur’an
1.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona, bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga bagi orang-orang kafir.
Karakteristik atau keistimewaan gaya bahasa al-Qur’an :
Ø  Aransemen suaranya sangat menakjubkan, konsonan dan vokalnya terbagi dan tersusun secara variatif.
Ø  Wacana untuk kalangan umum dan kalangan terbatas. Tidak ada seorang pun manusia yang mampu menyajikan satu gaya bahasa yang ditunjukan untuk kalangan intelektual sekaligus untuk kalangan awam.
Ø  Menyakinkan akal dan membuai perasaan.
Ø  Ringkas tapi jelas.


2.      Susunan Kalimat
Kendatipun Al-Qur-an, hadis qudsi, dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut nabiu, terapi uslub(style) atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda.Uslub bahasa Al-Qur-an jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan lainya. Al-Qur-an muncul denganuslub yang begitu indah. Didalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai istimewa yang tidak akan pernah ada ucapan manusia.
3.      Hukum Illahi yang Sempurna
Al-Qur-an menjelaskan pokok-pokok aqidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang ekonomi, politik, sosial, dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Al-Qur-an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum,
4.      Ketelitian Redaksinya
Ketelitian redaksi Al-Qur-an bergantung pada hal berikut:
a.              Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya.
Kata `Hayat' (Hidup) dan `Maut' (Mati) masing-masing ditemukan sebanyak 145 kali.
Kata `Al Nafa'a' (Manfaat) dan `Al Madharrat' (Madharrat) masing-masing sebanyak 50 kali. Kata `Al Har' (Panas) dan `Al Bardu' (Dingin) masing-masing sebanyak 4 kali.
Kata `As Sholiha' (Kebajikan) dan `As Sayah' (Keburukan) masing-masing sebanyak 167 kali. Kata `At Thoma'ninah' (Kelapangan/ Ketenangan) dan `Adduk' (Kesempitan / Kekesalan) masing-masing sebanyak 13 kali. Kata `Arrobat' (Cemas / Takut) dan `Arrogho' (Harap / Ingin) masing-masing sebanyak 8 kali. Kata `Al Kafir' (Kafir) dan `Al Iman' (Iman) dalam bentuk difinite masing-masing sebanyak 8 kali, sedang dalam bentuk indifinite masing-masing sebanyak 17 kali. Kata `As Shufah' (Musim Panas) dan `As Syata' (Musim Dingin) masing-masing sebanyak 1 kali. Kata `Dunya' (Dunia) dan `Akherat' (Hari Kemudian) masing-masing sebanyak 115 kali. Kata Setan dan Malaikat masing-masing sebanyak 88 kali.
b.              Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
Kata `Al Harot' dan `An Naro'at' (Membajak/ Bertani) masing-masing sebanyak 14 kali. Kata `Al Ajaba' dan `An Ghororoh' (Membanggakan Diri / Angkuh) masing-masing sebanyak 27 kali. Kata (Orang Sesat / Mati Jiwanya) masing-masing sebanyak 17 kali.
Kata (Quran, Wahyu, dan Islam, ) masing-masing sebanyak 70 kali. Kata (Akal dan Cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali. Kata (Nyata) masing-masing sebanyak 16 kali.
c.              Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukan akibatnya.
Kata (Menafkahkan) dengan (Kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali. Kata (Kekikiran) dan (Penyesalan) masing-masing sebanyak 12 kali. Kata (Orang-orang kafir) dan (Neraka/ Pembakaran) ) masing-masing sebanyak 154 kali. Kata (Zakat/ Pensucian) dan (Kebajikan yang banyak) ) masing-masing sebanyak 32 kali. Kata (Kekejian) dan (Murka) ) masing-masing sebanyak 26 kali. Kata `Al Rijs' (Godaan Syaithan dan Najis) dan `Al Rejz' (Siksa yang pedih) masing-masing sebanyak 10 kali. Kata `Ilm' (Mengetahui), `Ma'rifat' (Pengenalan Allah), dan `Iman' (Keyakinan) masing-masing sebanyak 811 kali. Ini menunjukkan bahwa melalui pengenalan kepada Allah dapat menghantarkan pada keyakinan yang teguh.  
d.             Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
Kata (Pemborosan) dan (Ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali. Kata (Nasehat/ Petuah) dan (Lidah) masing-masing sebanyak 25 kali. Kata (Tawanan) dan (Perang) ) masing-masing sebanyak 6 kali. Kata (Kedamaian) dan (Kebajikan) ) masing-masing sebanyak 60 kali.
Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbang khusus:
1.      Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumnlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat dua belas kali sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
2.      Al-Qur-an menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 29, surat Al-Isra [17] ayat 44, suratAl-Mukmin [23] ayat 86, surat Al-Fushilat [41] ayat 12, surat Ath-Thalaq [65] ayat 12, surat Al-Mulk [67] ayat 3, dan surat Nuh [71] ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
3.      Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir(pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yakni 518.
5.      Berita tentang Hal-hal yang Gaib
Sebagaimana ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur’an itu adalah berita gaib. Salah satu contohnya adalah Fir’aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa. Hal ini, diceritakan dalam surat Yunus (10) ayat 92:
Maka pada hari Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan Firaun akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya. Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut karena telah terjadi sekitar 1.200 tahun SM. Pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896 di lembah raja-raja Luxor Mesir, seorang ahli purbakala Loret menemukan satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia Firaun yang bernama Muniftahyang pernah mengejar Nabi Musa a.s. selain itu pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Firaun tersebut. Apa yang ditemukannya satu jasad utuh, seperti yang diberitakan Al-Qur'an melalui Nabi yang ummy (tidak pandai membaca dan menulis).
6.      Isyarat-isyarat Ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dala Al-Qur-an misalnya:
a.       Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan. Terdapat dalam Q.S. Yunus [10]: 5.
b.      Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakan napas, hal ini terdapat pada surat Al-An’am [6]: 25
c.       Perbedaan sidik jari manusia. Terdapat dalam suratAl-Qiyamah [75]: 4
d.      Aroma/bau manusia berbeda-beda. Terdapat dalamsurat Yusuf [12]: 94
7. Memuat kisah-kisah umat terdahulu
Di dalam al-qur’an terdapat sejarah perjalanan hidup para nabi yang dikenal luas oleh kalangan Ahli Kitab. Padahal pembawa Al-Qur`an adalah Rasulullah saw yang ummi (buta huruf), tidak bisa menulis dan membaca.







KELOMPOK 4
A.    PENGERTIAN WAHYU
            Wahyu berasal dari kata Arab al-wahy, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan kata pinjaman dari bahasa asing. Satu kata itu berarti suara, api dan kecepatan. Di samping itu ia juga mengandung arti bisikan,isyarat, tulian dan kitab. Al-wahy selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat. Tetapi kata itu lebih di kenal dalam arti “ apa yang di sampaikan Tuhan kepada nabi-nabi”. Dalam kata wahyu dengan demikian terkandung arti penyampaian sabda Tuhan kepada orang pilihanya agar diteruskan kepada umat manusia untuk di jadikan pegangan hidup. Sabda tuhan itu mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang di perlukan umat islam dalam perjalanan hidupnya baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Menuurut bahasa, wahyu mempunyai beberapa arti, antara lain sebagai berikut:
a) Berarti ilham gharizi atau instink yang terdapat pada manusia atau binatang.  
b) Berarti ilham fitri atau firasat yang hanya ada pada manusia dan tidak pada binatang.
c) Berarti tipu daya dan bisikan seta.      
d) Berarti isyarat yang cepat secara rahasia, yang hanya tertuju pada Nabi/Rasul saja.

PENYAMPAIAN WAHYU KEPADA RASUL
Para ulama menyebutkan beberapa cara Rasulullah saw menerima wahyu yang disampaikan oleh Jibril yakni:
  1. Melalui mimpi (mimpi yang benar di dalam tidur)
  2. Kalam Ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara.
  3. Penyampaian wahyu oleh malaikat kepada rasul ada kalanya tanpa perantara,ada kalanya juga dengan perantara.
  4. Jibril datang kepada rasulullah dengan menyamar sebagai seorang laki-laki, kemudian beliau bercakap-cakap dengan rasulullah menyadari bahwa yang datang itu adalah Jibril. Cara seperti ini adalah yang paling ringan bagi beliau menerimanya.
  5. Jibril memperlihatkan kepada nabi dalam rupa aslinya

B.     PROSES TURUNNYA WAHYU MELALUI JIBRIL AS
Pada suatu malam 25, 27 atau 29 Ramadhan (15, 17 atau 19 januari tahun 611 masehi) telah datang peristiwa yang tidak mungkin terlupakan dimana Allah SWT telah menurunkan wahyu yang merupakan surat awalnya Al-Quran.
Dalam hal menerima wahyu ini Sayidina Muhamad menceritakan sebagai berikut, “Aku sedang tertidur di Gua Hira, ketika malaikat Jibril datang kehadapanku. Malaikat Jibril itu memperlihatkan sehelai sutra panjang kehadapan mataku, sutra yang ada tulisan dengan memakai tinta emas sambil menyuruhku ‘Baca’! katanya”. “saya bukan termasuk golongan orang yang bisa membaca,” kataku. Malaikat Jibril memegang badanku dan membungkusnya erat-erat dengan sutra tersebut, malahan mukaku pun terbungkus erat sehingga nafasku sesak. Aku berfikir hari inilah aku mati. Malaikat Jibril kemudian membuka ikatannya dan menyuruhku lagi ‘Baca’! Aku menjawab seperti tadi. Malaikat jibril kemudian memiting aku keras keras sehingga aku merasa bahwa hari inilah aku mati karena hamper tidak bisa bernafas. Perlahan-lahan dia mengendorkan pitingannya dan untuk ketiga kalinya dia menyuruhku lagi ‘Baca’! “Apa yang harus aku baca?”, kataku takut dibelit sutra lagi. Akhirnya dia berkata ‘Baca’! seperti dalam surat Al Alaq : 1-5.
Saya mengikuti apa yang dia  ucapkan dan sesudah itu dia menghilang, aku terbangun dalam keadaan kaget tetapi hatiku yakin bahwa apa yang aku baca tadi merupakan suatu kitab yang sudah terparti dalam hatiku. Aku keluar dari gua hira dan diatas gunung terdengar suara yang datang dari langit, “Hai Muhammad, kamu ini Rasul Allah dan aku adalah Jibril, aku menengadah ke langit yang ternyata  penuh dengan Jibril sekeliling langit yang kulihat, penuh sinarnya Jibril yang terang benderang. Untuk kedua kalinya malaikat Jibril bersabda, “Muhammad kamu adalah utusan Allah, ini aku Jibril!”sesudah itu hilang seperti telah terjadi dalam mimpiku.
Setelah itu Rasulullah saw merasa sangat lelah sehingga setibah di rumahnya beliau berkata kepada istrinya Khadijah, “ Selimuti aku, selimuti aku.” Beliau gemetar dan merasa begitu takut, seluruh tubuhnya tearsa lelah karena jibril memeluknya dengan erat akibatnya keringat bertetesan dari kening beliau. Jika dua unsur tersebut bertemu yaitu unsur malaikat dan unsur manusia, akan terjadi beberapa alternative yaitu,
            Pertama, unsur malaikat pindah kepada unsur manusia, yakni Jibril berupa seseorang laki-laki tampan yang mengajar kata-kata kepada Nabi Muhammad sampai beliau hafal benar. Cara ini tidak terlalu melelehkan.
            Kedua, Rasulullah ( unsur manusia ) berubah dan pindah kepada unsur malaikat ( agar bia berpadu ), dan cara inilah yang paling di rasa berat dan melelahkan beliau.
            Wahyu datang kepada beliau seperti gemerincingya lonceng. Cara inilah yang di rasakan Nabi sangat berat hingga kandang-kandang di kening beliau bercucucran keringat, mekipun waktu itu cuaca begitu dingin.
            Ketiga, malaikat memasukan wahyu ke dalam hati beliau . Dalam hal ini Nabi saw. Tidak melihat sesuatu, tetapi hanya memrasakan wahyu sudah ada dalam kalbunya. Mengenai hal itu beliau bersabda, “ Ruhul kudus mewahyukan ke dalam kalbu-ku”.
Keempat, malaikat jibril menampakan diri kepada Nabi tidak berupa seorang laki-laki tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli.
C.   TUDUHAN ORIENTALIS SEPUTAR WAHYU DAN BANTAHANYA
                Orang-orang jahiliah, baik di zaman dahulu, maupun sekarang ini dalam masalah wahyu, ada yang menyerupakan wahyu dengan sesuatu. Sebenarnya orang ini sudah keterlaluan dan berlagak sombong. Penyerupaan ini sebenarnya tidak beralasan. Karena itu harus di tolak. Alasan penolakan itu,
1.      Pertama,Mereka itu beranggapan bahwa alqur’an itu Muhammad sendiri yang menciptakanya, baik arti maupun metode-metode nya. Hadis bukan wahyu yang datangnya dari Allah SWT. Anggapan ini adalah bahal ( tidak sah ) karena Nabi dalam menjalankan dakwah, dia mengatakan bahwa dirinya itu adalah pemimpin. Dan dia besedia betanding dengan orang-orang lain guna untuk menguatkan penderianya bahwa Al-qu’an itu adalah ma’jaz. Kedua, Ada orang jahil beranggapan baik yang hidup di zaman dahulu maupun yang berada di zaman modern sekarang ini mengatakan bahwa nabi Muhammad itu mempunyai otak yang tajak, penglihatanya dapat  menembus segala-galanya, firasatnya kuat, cerdas, pintaranya bersih dan jujur.
2.      Ketiga , menurut anggapan orang-orang jahi , baik di zaman dahulu maupun di zaman mutkhir ini, bahwa Muhammad itu mendapatkan ilmu yang berkenaan dengan Al-Quran itu dari seorang guru . ini benar. Guru yang menyampaikan Al-Quran ini ialah Malaikat wahyu  (Jibril) .adapun guru lain baik dalam kaum nya itu sendiri, ataupun yang bukan dari sukunya itu, maka ini bukan. Nabi SAW dilahirkan sebagai orang yang umi, dan hidup dalam masyarakat yang umi pula. Disini tidak di ketahui seorang  juapun yang mempunyai ilmu dan yang mengajar. Hal ini dapat dilihat  dalam sejarah. 



KELOMPOK 5
A. Pengertian dan Perbedaan Ayat Mekkah dan Madinah
Kata al-makki berasal dari kata “Mekkah” dan al-madani berasal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut telah dimasuki “ya’” nisbah sehingga menjadi al-makkiy atau al-makkiyah dan al-madaniy atau al-madaniyah. Secara harfiah, al-makki atau al-makkiyah berarti “yang bersifat Mekkah” atau “yang berasal dari Mekkah”, sedangkan al-madaniy atau al-madaniyah berarti “yang bersifat Madinah” atau “yang berasal dari Madinah”. Maka ayat atau surah yang turun di Mekkah disebut dengan al-makkiyah dan yang diturunkan di Madinah disebut dengan al-madaniyah.
Ayat makkiyah ayat yang turun di Mekkah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah, sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’, dan Sul’a. ada tiga definisi (ta’rif) yang sering dikemukakan para pakar dibidang ini,yaitu:
1)      Makiyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebelum hijrah dan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sesudah hijrah. Ta’rif ini menetapkan, ayat-ayat yang turun setelah hijrah , sekalipun itu terjadi disekitar Mekkah tetap diklasifikasikan sebagai ayat Madaniyah.
2)      Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekkah sekalipun turunnya ayat itu setelah hijrah. Dan Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah.
3)      Makkiyah adalah ayat-ayat yang khitabnya ditujukan kepada penduduk Mekkah, dan Madaniyah adalah ayat-ayat yang khitabnya ditujukan kepada penduduk madinah.

Dari pengetahuan mengenai Makiyyah dan Madaniyyah ini, sekurang-kurangnya akan didapati tiga faidah, yaitu:
Pertama,mengetahui ayat-ayat mana saja yang nasikh  dan ayat-ayat mana saja yang mansukh  bila terlihat adanya dua ayat yang berbeda pesan.
Kedua, bahwa makna dan pesan yang dikandung ayat tertentu sering kali kalau tidak selalu berkaitan dengan sebab tertentu; pada kasus dan tempat kejadian tertentu pula. Dengan adanya klasifikasi ini, usaha memahami ayat Al-Qur’an secara benar akan sangat terbantu, dan kekeliruan akan dapat ditekan sekecil mungkin.
Ketiga, bahwa kehidupan Rasulullah SAW adalah uswah hasanah, suri tauladan bagi setiap Mukmin. Maka dengan melihat ayat-ayat yang turun di Makkah dan Madinah akan diketahui pendekatan pembinaan pada pribadi maupun masyarakat yang berbeda dengan Madinah. Dan kondisi umat maupun kalangan bukan muslim setelah Rasulullah SAW. Hijrah ke Madinah berbeda dengan keadaanya ketika sebelum Rasulullah hijrah. Dan, last but on least, karakter penduduk Mekkah berdeda dengan penduduk Madinah.
Perbedaan Ayat Mekkah dan Madinah
                Berikut adalah rincian perbedaan antara Surat Makkiyah dan Surat Madaniyah :
1.      Surat Makiyyah penuh dengan syair dan ungkapan perasaan, sedangkan Surat Madaniyyah mendalam,kuat dan kokoh.
2.      Surat Makiyyah menggunakan kalimat yang sangat fasih dan baligh, sedangkan Surat Madaniyyah menggunakan kalimat-kalimat ushul dan ungkapan-ungkapan undang-undang (syariah).
3.      Surat Makiyyah berisi nasihat, bimbingan,tauhid dan hari kiamat, sejarah umat-umat terdahulu,dan azhab, sedangkan Surat Madaniyyah berisi hudud, fara’idh dan hukum.
4.      Surat Makiyyah menggunakan banyak pemisah dan biasanya pendek-pendek, sedangkan Surat Madaniyyah tidak terlalu banyak menggunakan sajak dan pemisahnya selalu panjang.
5.      Surat Makiyyah tidak berisi debat dan dialog dengan kaum Yahudi dan Nasrani, sedangkan Surat Madaniyyah banyak berisi debat dan dialog dengan kaum Yahudi dan Nasrani.
6.      Surat Makiyyah mengandung sedikit saja perintah untuk amal dan ibadah, fokusnya pada masalah akidah dan tauhid, sedangkan Surat Madaniyyah mengandung perintah untuk beramal dan beribadah
7.      Surat Makiyyah tidak membahas masalah jihad, hanya membahas soal dakwah, tabligh, nasihat, dan kata-kata yang halus,sedangkan Surat Madaniyyah mengandung perintah untuk berjihad, menjelaskan hokum jihad dengan perintah dakwah, tablig, dan irsyad.
B. Kekhususan dan Ciri-Ciri Ayat Mekkah dan Madinah
Makiyyah:
1.      Setiap surah yang padanya terdapat kata kalla sebagian besar ayatnya – kalau tidak semua – Makiyyah.
2.      Setiap surah yang padanya terdapat sujud tilawah, sebagian besar ayatnya – kalau tidak semua – Makiyyah.
3.      Semua surah yang di awali huruf tahajji seperti qaf (Ù‚) nun ( Ù†), ha mim (حم) adalah Makiyyah.
4.      Semua surah yang memuat kisah Adam dan Idris – kecuali surat Al-Baqarah – adalah Makiyyah.
5.      Semua surah yang memuat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu adalah Makiyyah
6.      Semua surah yang di dalamnya terdapat khithab (seruan) kepada manusia (wahai semua manusia. . . . . ) adalah Makiyyah.
7.      Semua surah yang menyeru dengan kalimat “Anak Adam” adalah Makiyyah.
8.      Semua surah yang isinya memberi penekanan pada masalah akidah adalah Makiyyah.
9.      Ayat-ayatnya pendek-pendek. Tetapi versi lain menyebutkan bahwa ada perkecualian, yakni untuk surat maryam ayat 98, ar-ra’d:15, dan al-hajj ayat 18 dan 77.
Madaniyyah:
1.      Mengandung ketentuan-ketentuan faraid dan had.
2.      Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabut [29].
3.      Mengandung uraian tentang perdebatan dengan Ahli Kitabin.
4.      Semua surah yang ada padanya terdapat kalimat “orang-orang yang beriman” adalah Madaniyyah.
5.      Semua surah yang memuat bantahan terhadap Ahlu Al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah Madaniyyah.
6.      Semua surat yang memuat hokum syara’, seperti ibadah, ma’amalah dan al-ahwal al-syakhshiyah adalah Madaniyyah.
7.      Ayat-ayat Madaniyyah pada umumnya panjang-panjang.
Contoh surat Makkiyah dan Madaniyah
Berikut merupakan surat-surat yang tergolong Makkiyah dan Maddaniyah.
Surat-surat Makkiyah : Al-Fatehah, Al-An’aam, Al-A’raaf, Yunus,Huud,Yusuf, Ibrahim, Al-Hijr, An-Nahl, Al-Isroo’, Al-Kahfi, Maryam, Thaha, Al-Anbiya’, Al-Mu’minuun, Al-Furqaan, Asy-Syu’aro’, An-Naml, Al-Qashash, Al-Ankabuut, Ar-Ruum, Luqman, As-Sajdah, Sabaa, Al-Faathir, Yaasiin, Ash-Shaffaat, Shaad, Az-Zumar, Ghaafir, Fushshilat, Asy-Syuuroo, Az-Zukhruf, Ad-Dukhoon, Al-Jaatsiyah, Al-Ahqaaf, Qaaf, Adz-Dzaariyaat, Ath-Thuur, An-Najm, Al-Qamar, Al-Waaqi’ah, Al-Mulk, Al-Qalam, Al-Haaqqah, Al-Ma’aarij, Nuuh, Al-Jin, Al-Muzzammil, Al-Muddatstsir, Al-Qiyaamah, Al-Muraasalaat, An-Naba’, An-Naazi’aat ,Abasa,At-Takwiir, Al-Infithaar, Al-Muthaffifiin, Al-Insyiqaaq,Al-Buruuj, Ath-Thaariq, Al-A’laa, Al-Ghaasyiyah, Al-Fajr,Al-Balad, Asy-Syams, Al-Lail, Adh-Dhuhaa, Al-’Ashr, At-Tiyn,Al-’Alaq, Al-Qadr, Al-’Aadiyaat, Al-Qaari’ah, At-Takatsur, Al-Ashr,Al-Humazah, Al-Fiil, Quraisy, Al-Maa’uun, Al-Kautsar, Al-Kaafiruun,Al-Masad, Al-Ikhlaash, Al-Falaq, An-Naas.
Surat-surat Madaniyah : Al-Baqarah,Ali Imran,An-Nisaa’,Al-Maa`idah,Al-Anfaal,At-Taubah, Ar-Ra’d, Al-Hajj, An-Nuur,Al-Ahzaab, Muhammad, Al-Fat-h, Al-Hujuroot, Ar-Rahman, Al-Hadiid, Al-Mujaadalah, Al-Hasyr, Al-Mumtahanah, Ash-Shaf, Al-Jumu’ah, Al-Munaafiquun, At-Taghaabun, Ath-Thalaaq, At-Tahriim, Al-Insaan, Al-Bayyinah, Al-Zalzalah, An-Nashr.
C. Hikmah Mengetahui Ayat Mekkah Dan Madinah
v  Mengetahui mana yang diturunkan lebih dahulu dan mana yang kemudian.
v  Mengetahui nasikh (ayat yang menghapus) dan mansukh (ayat yang di hapus).
v  Meresapi gaya bahasa Al-Quran dengan menghayati peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat Al-Quran (asbabun nuzul) dan realita kaum muslim pada setiap periode sejarah.
v  Menghayati perjalanan hidup Rosulullah SAW melalui ayat Al-Quran.
v  Mengetahui kesungguhan para sahabat dan generasinya dalam menjaga otentisitas Al-Qur'an.
v   Mengetahui kronologis penurunan syariah yang berangsur-angsur.













KELOMPOK 6
A.    Ayat yang turun pertama kali
1.    Pendapat yang paling sahih mengenai pertama kali turun ialah firman Allah:
Description: http://dc358.4shared.com/doc/U2M_v22Y/preview_html_m5093b2ed.gif
Artinya :
“ Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lebih pemurah yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. “ (Al- Alaq [96]:1-5).
2.    Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah surat Fatihah. Mungkin yang dimaksudkan adalah surat yang pertama kali turun secara lengkap.
3.    Disebutkan juga bahwa yang pertama kali turun adalah Bismillahirrahmanirrohim, karena bassmalah itu turun mendahului setiap surat. Pendapat pertama yang didukung oleh hadits Aisyah itulah pendapat yang kuat dan Masyhur
B.     Ayat yang terakhir kali diturunkan
            Ayat yang terakhir turunnya ialah :
1.    Ada orang yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir turunnya ialah ayat yang mengenai riba. Menurut hadits Bukhari dan Ibnu Abbas katanya, ayat di turunkan Allah kepada Muhammad saw ialah ayat riba.
.  Description: http://www.khutbahbank.org.uk/More_khutbahs/Dr%20Zakir%20Kapadia/Islamic%20Finance%201%20of%202_files/image010.jpg
Artinya : Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah riba. (QS 2 : 278)
2.    Adapula orang yang mengatakan bahwa ayat terakhir di turunkan Allah ialah firman Allah yang artinya : Dan peliharalah dirimu (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua di kembalikan kepada Allah. (QS 2 : 281)
3.                  Ada pula orang yang mengatakan bahwa ayat terakhir di turunkan Allah yaitu ayat yang mengenai utang piutang. Menurut hadits yang di rawikan dari Sa’id bin Al-Musayab mengatakan bahwa telah sampai kepadanya berita Al-Qur’an mengenai janji di Arasy itu ialah ayat yang mengenai utang piutang. Yang dimaksud ialah ayat yang berbunyAdapula orang yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir di turunkan ialah ayat kalallah. Menurut hadits Syaikhan dari Al-Bara-a bin Azib, katanya, Ayat terakhir diturunkan Allah yaitu ayat yang berbunyi:
Description: C:\Users\Bunga\Pictures\mmmm.jpg
Artinya : Mereka meminta fatwah kepadamu (tentang kalallah) katakanlah, Allah memberikan fatwah kepadamu tentah kalallah. (QS 4 : 176)
4.    Ada pula orang yang mengatakan bahwa ayat terakhir di turunkan ialah firman tuhan yang artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rosul dari golongan kamu sendiri. (QS 9 : 128).
5.    Ada pula yang mengatakan bahwa ayat terakhir turunnya surat Al Maidah. Sebagaimana hadits yang di rawikan Tirmizi dan Hakim, Aisyah mengatakan, ‘Aku perkenannkan bahwa yang dimaksud terakhir turunnya ialah ayat yang mengenai halal dan haram. Ayat ini tidak menasihkan hukum.
6.    Ada pula orang yang mengatakan ayat terakhir turunnya ialah firman Allah yang artinya : Maka tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman). Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan (karna) sebagian kamu adalah turunan dari yang sebagian lagi. (QS 3 : 195).

7.    Adapula yang mengatakan, ayat yang terakhir turunnya ialah ayat yang berbunyi:
Description: http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/4_93.png
Artinya : Dan barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam. Dia kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya dan mengutungkannya serta menyediakan azab yang besar baginya (QS 4 : 93).
C.    Hikmah mempelajari ayat pertama dan terakhir pada Qur’an

a.              Menjelaskan perhatian yang di peroleh Qur’an guna menjaganya dan menentukan ayat-ayatnya. Para sahabat telah menghayati Qur’an ini ayat demi ayat, sehingga mereka mengerti kapan dan dimana ayat itu di turunkan. Mereka telah menerima dari Rasulullah ayat-ayat Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan sepenuh hati, hati-hati dan percaya bahwa Qur’an adalah dasar agama, penggerak iman, dan sumber kemuliaan serta kehormatannya. Dan ini membawa akibat positif yaitu bahwa Qur’an selamat dari perubahan dan kekacau balauan. “Sesungguhnya kami lah yang telah menurunkan Qur’an, dan kami pula lah yang akan menjaganya.” (Al-Hijr [15]:9)
b.             Mengetahui rahasia perundang-undangan Islam menurut sejarah sumbernya yang pokok. Ayat-ayat Qur’an dapat mengatasi persoalan kejiwaan manusia dengan petunjuk ilahi dan mengatarkannya dengan cara-cara yang bijaksana dan menempatkan mereka ke tingkat kesempurnaan. Ia dapat bertahan dalam menetapkan hukum-hukum, sehingga dengan demikian cara hidup mereka menjadi benar dan urusan masyarakat berada pada jalan yang lurus.
c.              Membedakan yang nasikh dengan yang mansukh. Kadang terdap;at 2 ayat atau lebih dalam 1 masalah, tetapi ketentuan hukum dalam 1 ayat berbeda dengan ayat lain. Apabila diketahui mana yang pertama diturunkan dan mana yang kemudian, maka ketentuan hukum dalam ayat yang diturunkan kemudian menaskh (menghapus ketentuan ayat yang diturunkan sebelumnya).



KELOMPOK 7
1.  Pengertian asbabun nuzul
A.    Pengertian Kebahasaan Asbab Al Nuzul
Dilihat dari segi bahasa, kata Nuzul  berarti turunnya sesuatu dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, seperti kalimat “ Nazala fulanu minal jibali”  ( seseorang turun dari ayas gunung”).Bentuk tansirifnya yaitu” nazala ”  berarti menggerakkan sesuatu dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, seperti kalimat “Anzala minas sama i” ( Allah menurunkan air dari langit ). Disamping itu, kata nuzul juga terkadang digunakan untuk maksud diam disuatu tempat atau daerah tertentu, seperti kalimat “ Nazalal amiru bil madinati anzala” ( penguasa itu berada atau bertempat tinggal di suatu kota).
B.     Pengertian Istilah Asbab Al-Nuzul
Menurut Al-Zarqani dalam kitabnya Manahil Al-Irfan fi Ulum Al-Quran,yang dimaksud dengan asbab nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi mengiringi ayat-ayat itu diturunkan untuk membicarakan peristiwa tersebut,atau menjelaskan ketentuan hukumnya. Sementara menurut Manna Al-Qahtan asbab nuzul adalah sebagai peristiwa yang menyebabkan ayat-ayat Al-Quran itu diturunkan waktu kejadian peristiwa tersebut,baik berupa pertanyaan maupun kasus-kasus tertentu.

2.     Metode Mengetahui Asbabun Nuzul
hadis-hadis tentang asbab nuzul tidak menyangkut tentang ajaran keagamaan, tetapi sekedar mengemukakan tentang latar belakang, atau berbagai peristiwa yang mengiringi turunnya ayat. Oleh sebab itu, kendati lemah, hadis-hadis tersebut dapat digunakan, sebagai bahan referensi untuk memahami pesan-pesan ayat Al-Quran.
Cara-cara melihat ungkapan asbab nuzul, secara umum disimpulkan oleh para ulama ada empat yaitu:
1.Diungkapkan dengan kata-kata sebab
2.Diungkapkan dengan kata fa ( maka )
3.Diungkapkan dengan kata nuzuli fi ...
4.Tidak diungkapkan dengan simbol-simbol kata di atas,tetapi alur ceritanya       menunjukkan sebagai ungkapan asbab nuzul 
akibatnya” 

3.     Manfaat Mengetahui Asbabun Nuzul
Ada beberapa manfaat mengetahui asbab nuzul, secara rinci Al-Zarqani menyebutkan tujuh macam manfaat atau faidah,  sebagai berikut :
a) Pengetahuan tentang asbab nuzul membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyariatkan agama-Nya melalui Al-Quran. Pengetahuan yang demikian akan memberi manfaat baik bagi orang mukmin atau non mukmin. Orang mukmin akan bertambah keimanannya dan mempunyai hasrat yang keras untuk menerapkan hukum Allah dan mengamalkan kitabnya.
b) Pengetahuan tentang asbab nuzul membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitan. Hal ini senada dengan pernyataan Ibnu Daqiq Al Id ia berkata “ Ketrerangan tentang sebab turunnya ayat merupakan jalan kuat untuk memahami makna-makna Al-Quran”. 
c) Pengetahuan tentang asbab nuzul dapat meng hususkan (takhsis) hukum pada sebab menurut ulama’ yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kehususan sebab dan bukan keumuman lafal.
d) Dengan mempelajari asbab nuzul diketahui pula bahwa sebab turun ayat ini tidak pernah dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkan ).
e) Denga asbab nuzul, di ketahui orang yang ayat tertentu turun padanya secara tepat sehinga tidak terjadi kesamaran bisa membawa penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan orang yang salah.
f)  Pengetahuan tentang asbab nuzul akan mempermudah orang yang meng hafal Al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunya.

4. Permasalahan Yang berkaitan dengan Asbabun Nuzul
Asbab al nuzul sebagai suatu peristiwa sejarah tentu memiliki problematika dalam mengungkapkan segala peristiwa dan kejadian dari suatu sebab turunnya ayat Al-Qur’an. Tidak semua hadis tentang asbab al nuzul sanadnya muttasil, tetapi ada juga yang sanad periwayatannya terputus, atau kisah-kisahnya kurang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam menelaah asbab al nuzul suatu ayat, diperlukan ketelitian dalam rangka mendapatkan data yang akurat dan valid. Ada tiga hal dari asbab al nuzul yang perlu mendapat perhatian, yaitu dari segi redaksi, periwayatan, dan peristiwanya. Ketiga segi inilah yang menjadi problematika asbab al nuzul.
























KELOMPOK 8

A. Pengertian Pengumpulan Al-Qur’an
pengumpulan dalam hati hifzuhu ( menghafalnya dalam hati). Jumâ’ul Al-Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalnya didalam hati). Inilah makna yang di maksud dalam firman Allah kepada Nabi-Nabi senantiasa menggerak-gerakan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Qur’an ketika Qur’an itu turun kepadanya sebelum Jibril selesai.
pengumpulan dalam arti kitȃbatuhu kullihi (penulisan Qur’an semuannya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah di tulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.

B. Tiga Tahapan Pengumpulan Al-Qur’an
Ada tiga tahapan dalam pengumpulan al-Qur’an, yaitu pada masa Rasulullah, masa khalifah Abu Bakar al-Siddiq, dan masa khalifah Utsman bin Affan.
1.                  Pengumpulan al-Quran pada masa Rasulullah SAW
Rasullullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Sabit, bila ayat turun ia memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Disamping itu sebagian sahabatpun menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh nabi; mereka menuliskannya pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.
2.    Pengumpulan Qur’an pada Masa Abu Bakar
Kaum muslimin melakukan konsensus untuk mengangkat Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah sepeninggal Nabi Saw. Pada awal pemerintahan Abu Bakar, terjadi kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikut-pengikutnya. Mereka menolak membayar zakat dan murtad dari Islam. Pasukan Islam yang dipimpin Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan itu. Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur, termasuk 70 orang yang diyakini telah hafal al-Qur’an. Setelah syahidnya 70 huffazh, sahabat Umar ibn Khattab meminta kepada khalifah Abu Bakar, agar al-Qur’an segera dikumpulkan dalam satu mushaf. Dikhawatirkan al-Qur’an itu secara berangsur-angsur hilang, seandainya al-Qur’an itu hanya dihafal saja, karena para penghafalnya semakin berkurang. Awalnya  khalifah Abu Bakar itu menolak pendapat Umar  untuk mengumpulkan  dan membukukan ayat-ayat al-Qur’an, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Saw. Hingga Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk menerima usulan ini. Lalu beliau mengutus utusan menyampaikan kepada Zaid bin Tsabit. Zaid bin tsabit adalah ahli  penulis wahyu pada zaman Rasul.  Akan tetapi ia menolak hal itu sebagaimana Abu Bakar menolak hal itu pada awalnya. Maka keduanya pun (Abu Bakar dan 'Umar) bertukar pendapat dengan Zaid bin Tsabit sampai akhrinya mau untuk menulisnya.



3.     Pengumpulan Qur’an pada Masa Usman
     Beberapa karakteristik mushaf al-Qur’an yang ditulis pada masa Utsman ibn ‘Affan antara lain.
1. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis seluruhnya berdasarkan riwayat yang mutawatir.
2. Tidak memuat ayat-ayat yang mansukh.
3. Surat-surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib sebagaimana al-Qur’an yang kita kenal sekarang. Tidak seperti mushaf al-Qur’an yang ditulis pada masa Abu Bakar yang hanya disusun menurut tertib ayat, sementara surat-suratnya disusun menurut urutan turun wahyu.
4. Tidak memuat sesuatu yang tidak tergolong al-Qur’an, seperti yang ditulis sebagian sahabat Nabi dalam masing-masing mushafnya, sebagai penjelasan atau keterangan terhadap makna ayat-ayat tertentu.
5. Dialek yang dipakai dalam mushaf ini hanya dialek Quraisyi sekalipun pada mulanya diizinkan membacanya dengan menggunakan dialek lain.
     Bila kita cermati tujuan pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar ialah mengumpulkan seluruh al-Qur’an menjadi satu, supaya sesuatu darinya tidak ada yang hilang. Sementara tujuan penyalinan Utsman ke dalam beberapa mushaf adalah membikin mushaf yang disepakati oleh seluruh ummat untuk penyeragaman mushaf dan pembatasan bacaan. Karena dikhawatirkan nanti di kemudian hari ada penyelewengan. Bentuk tulisan Utsmani ini adalah sesuai dan persis dengan bentuk tulisan mushaf kumpulan Abu Bakar dan tulisan di zaman Nabi Saw.
C. Tertib Ayat dan Surat
1.      Tertib Ayat
Penempatan secara tertib urutan ayat-ayat Al-Qur’an ini adalah bersifat tauqif, berdasarkan ketentuan dari Rasulullah saw. Menurut sebagian ulama, pendapat ini merupakan ijma’.Terdapat sejumlah hadits yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surat-surat tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat bersifat tauqif. Sebab jika susunannya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan didukung oleh hadits-hadits tersebut.
2.      Tertib Surat
Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surat dalam Al Qur’an:Pendapat pertama mengatakan bahwa tertib surat itu tauqif dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan Malaikat Jibril kepadanya atas perintah Allah. Susunan Al-Qur’an pada masa Nabi tertib ayat-ayatnya seperti yang ada di tangan kita sekarang ini, yaitu tertib mushaf Utsman yang tak ada seorang sahabat pun menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi ijma’ atas susunan surat yang ada, tanpa ada suatu perselisihan apa pun.






KELOMPOK 9
A.     Tahapan Turunnya Al-qur’an
Alqur’an diturunkan melalui dua tahap :
1.        Dari Lauhil Mahfuzh ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam lailatul qadar.
2.        Dari sama’dunia ke bumi secara bertahap dalam masa dua puluh tiga tahun.
a.       Penurunan Pertama
Pada malam mubarakah yaitu malam Lailatul Qadar diturunkanlah Al-Qur’an secara
sempurna ke Baitul ‘Izzah di langit pertama. Alasan yang demikian adalah didasarkan dari
nash. Sebagai alasannya apabila yang dimaksud dalam penurunan ini adalah penurunan tahap
kedua yaitu kepada Nabi SAW. Maka tidaklah tepat bila dikatakan satu malam dan satu bulan
yaitu bulan Ramadhan, karena Al-Qur’an diturunkankan kepada Nabi dalam masa yang lama
yaitu selama masa kerasulan 23 tahun serta diturunan bukan saja pada bulan Ramadhan tetapi
juga pada bulan selainnya. Dari itu nyatalah bahwa yang dimaksudkan adalah penurunan
pada tahap pertama.
b.      Penurunan kedua
Penurunan tahap yang kedua adalah dari langit pertama ke dalam lubuk hati Nabi s.a.w dengan cara berangsur-angsur yang memakan waktu selama 23 tahun yaitu sejak kebngkitannya sebagai Rasul sampai beliau wafat.

B. Hikmah Turunnya Al-Qur’an secara Berangsur-angsur
a.       Meneguhkan hati atau tanggapan Nabi s.a.w dalam menghadapi celaan dari orang-orang musyrik
b.      Meringankan Nabi Muhammad s.a.w dalam menerima wahyu, hal ini karena kedalaman dan kehebatan Al-Qur’an
c.       Tadarruj (selangkah demi selangakah) dalam menetapakan hukum samawy.
Dalam hal ini amat nyata dan jelas, dimana metode Al-Qur’an terhadap manusia, khususnya orang-orang Arab ada suatu metode yang filosofis dalam melepaskan mereka dari dunia kemusyrikan untuk hidup dengan penuh pancaran iman seta memmbudaya dalm pribadinya untuk cinta kepada Allah dan rasul-Nya,
d.      Mempermudah dalam menghapal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin serta mempermudah pemahaman dan penghayatan mereka.
e.       Sejalan dengan kisah-kisah yang tejadi dan mengingatkan atas kejadian itu, yaitu sesuai dengan kejadian dan keadaan disaat diturunkan sekaigus memperingatkan kesalahan-kesaahan pada waktunya. Sungguh hal yang demikian itu akan lebih mantap dan tertanam dalam hati dan lebih mendorong untuk mengambil pelajaran secara praktis. Maka bila ada persoalan yang baru dari kalngan mereka ,turunkah ayat yang sesuai dengan persoalan tersebut. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan dikalngan mereka, turunlah Al-Qur’an  memberi batasan serta pemberitahuan kepada mereka tentang masalah mana yang harus ditinggalkan dan yang patut dikerjakan.
f.       Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasannya Al-Qur’an diturunkan dari zat yang Maha Bijaksana lagi Terpuji.
C. Dalil Diturunkannya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf
1.           Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas r.a bahwa ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda:Jibril membacakan Al-Qur’an kepadaku dengan satu huruf, kemudian aku mengulanginya (setelah itu) senantiasa aku meminta tambah dan ia pun menambahkan sampai dengan tujuh huruf’, Imam Mulim menambahkan:Ibnu Syihab mengatakan: Telah sampai berita padaku bahwa tujuh huruf itu untuk perkara yang satu yang tidak diselisihkan halal haramnya.
       Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan yang lafazhnya dari Bukhari bahwa: ’Umar bin Khatab r.a. berkata: “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat Al-furqan dimasa hidupnya Rasulullah s.a.w. Aku mendengar bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan beberapa huruf yang belum pernah Rasullullah s.a.w. membacakannya kepadaku sehingga aku hamper beranjak dari shalat ,kemudian aku menunggunya sampai salam. Setelah ia salam aku menarik sorbannya dan bertanya:Siapa yang membacakan surat ini kepadamu?”. Ia menjawab: Rasulullah yang membacakannya kepadaku, aku menyela: “Dusta kau, Demi Allah sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah membacakan surat yang kudengar dari yang kau baca ini”. Setelah itu aku pergi membawa dia menghadap Rasulullah s.a.w. lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah aku telah mendengar lelaki ini, ia membaca surat Al-furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah engkau bacakan kepadaku, sedangkan engkau sendiri telah membacakan surat Al-furqan ini kepadaku. Rasulullah s.a.w menjawab: “Hai Umar! lepaskan dia”. Bacalah Hisyam! “Kemudian dia membacakan bacaan yang tadi aku dengar ketika ia membacanya. Rasulullah s.a.w bersabda: “Begitulah surat itu diturunkan”, sambil menyambung sabdanya: “Bahwa Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah yang paling mudah!” Dalam satu riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. mendengarkan pula bacaan sahabat Umar r.a. kemudian beliau bersabda: “Begitulah bacaan itu diturunkan”.
2.    Al-hafizh Abu Ya’la dalam musnad kabrnya meriwayatkan: “bahwa Utsman r.a. pada suatu hari ia berkata diatas mimbar: “Aku sebut nama Allah teringat seorang lelaki yang mendengar Rasulullah s.a.w berkata: bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf yang kesemuany tegas lagi sempurna”. Ketika Umar berdiri para hadirin berdiri sehingga tidak terhitung dan mereka menyaksikan pula bahwa Rasulullah s.a.w bersabda: “Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh  huruf yang kesemuanya tegas dan lengkap”. Kemudian Utsman r.a. berkata: “Saya menyaksikan bersama mereka”.

D. Perbedaan Pendapat Ulama Seputar Tujuh Huruf
            Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini dengan perbedaan yang bermacam-macam. Sehingga Ibnu Hayyan mengatakan,Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima lipat .” Namun kebanyakan pendapat-pendapat itu bertumpang tindih,
1.           Sebagan besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna .Dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna ,maka Al-Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah lafazh sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu.Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Qur’an hanya mendatangkan satu lafazh atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa ketujuh bahasa adalah bahasa Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dn Yaman.
            Menurut Abu Hatim As-Sijistani, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy, Hudzail, Tamim, Azad, Rabiah, Hawazin dan Sa’ad bin Abi Bakar.
2.           Yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab yang ada,yang mana dengannyalah Al-Qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa yang paling fasih dikalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam ahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, atau Yaman: karena itu maka  secara keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya,karena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran diberbagai surat Al-Qur’an, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
       Menurut Abu Ubaid, yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al-Qur’an. Sebagiannya bahasa Quraisy ,sagian bahasa yang lain bahasa Hudzail, Hawazin, Yaman, dan lail-lain. Dia menambahkan bahwa sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominan dalam Al-Qur’an.

E. Hikmah dari Turunnya Al-qur’an dengan Tujuh Huruf (ahruf sab’ah)

1.           Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing ,dan belum terbiasa menghafal syariat, apalagi mentradisikannya. Hikmah ini ditegaskan oleh beberapa hadits antar lain dalam ungkapan berikut:
            Ubay berkata,Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bertemu dengan Jibril di Ahjar Mira’ lalu berkata “Aku ini diutus kepada umat  yang ummi. Diantara mereka ada anak-anak, pembantu, kakek-kakek dan nenek-nenek.” Maka kata Jibril,Hendaklah mereka membaca Al-qur’an dengan tujuh huruf.”
2.           Bukti kemukjizatan Al-Qur’an bagi naluri kebahasaan orang Arab. Al-qur’an banyak mempunyai pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang  Arab, sehinggga setiap orang Arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama naluri mereka dan lahjah kaumnya ,tanpa mengganggu kemukjizatan Al-Qur’an yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka. Mereka memang tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian, kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa, melainkan terhadap naluri kebahasaan mereka itu sendiri.
3.           Kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab, perubahan bentuk lafazh pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan berbagai hukum daripadanya. Hal inilah yang menyebabkan Al-Qur’an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istimbat dan ijtihadnya berhujjah dengan qira’at tujuh huruf ini.























KELPMPOK 10
A.    Pengertian Qira’at
Secara etimologi (bahasa), qira’at (قراءات) adalah bentuk jamak dari qira’ah (قراءة) yang merupakan isim masdar dari qaraa (قرأ), yang artinya ” bacaanSedangkan berdasarkan pengertian terminologi (istilah).
Perbedaan cara pendefinisian sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada beberapa cara melafalkan Al-Quran walaupun sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu Muhammad. Adapun definisi yang dikemukakan Al-Qasthalani menyangkut ruang lingkup perbedaan di antara beberapa qira’at yang ada. Dengan demikian, ada tiga unsur qira’at yang dapat ditangkap dari definisi-definisi di atas, yaitu:
1.    Qira’at berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Al-Quran yang dilakukan salah seorang imam dan berbeda dengan cara yang dilakukan imam-imam lainnya.
2.    Cara pelafalan ayat-ayat Al-Quran itu berdasarkan atas riwayat yang bersambung kepada Nabi. Jadi, bersifat tauqifi, bukan ijtihadi.
3.    Ruang lingkup perbedaan qira’at itu menyangkut persoalan lughat, hadzaf, i’rab, itsbat, fashl, dan washl.
B.     Sejarah dan Perkembangan Ilmu Qira’at
1.      Sejarah Ilmu Qira’at
Qira’at sebenarnya telah muncul semenjak Nabi masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Ada beberapa riwayat yang dapat mendukung asumsi di atas: Suatu ketika ‘Umar bin Khattab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim ketika baca Al-Quran. Umar tidak puas dengan bacaan Hisyam saat baca surat al-furqan. Menurutnya tidak benar dan bertentangan dengan yang diajarkan nabi, tetapi menurut Hisyam bacaanya berasal dari nabi. Lalu Hisyam melapor kepada nabi dan nabi menyuruhnya mengulang bacaan surat al-furqan. Setelah melakukannya, nabi bersabda:“Memang begitulah Al-Quran diturunkan. Sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari tujuh huruf itu.”
2.      Perkembangan Ilmu Qira’at
Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qiraat dimulai pada masa tabiin, yaitu awal II H. Tatkala para qari’ sudah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mengemukakan qiraat gurunya daripada mengikuti qira’at imam-imam lainnya. Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara turun-temurun dari guru ke guru, sehingga sampai kepada para imam qira’at,baik yang tujuh, sepuluh, atau yang empat belas.
C.    Macam-Macam dan Tata Baca ( Qira’at ) Al-Qur’an
a.      Macam-macam qira’at
Sebagian ulama menyimpulkan macam-macam qira’at menjadi enam macam:
1.      Mutawâtir, yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta,
2.      Masyhûr, yaitu qira’at yang shahîh sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawâtir,.
3.      Âhâd, yaitu qira’at yang shahîh sanadnya tetapi tidak sesuai atau menyalahi rasam Utsmâni,
4.      Syâdz, yaitu qira’at yang tidak shahîh sanadnya, seperti qira’at malaka yaumaddîn (al-Fâtihah ayat 4), dengan bentuk fi’il mâdhi dan menasabkan yauma.
5.      Mawdhû’, yaitu qira’at yang tidak ada asalnya
6.      Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qira’at sebagai penafsiran, seperti qira’at Ibnu ‘Abbâs
b.      Tata Baca Qira’at 
bentuk-bentuk perbedaan cara melafalkan Al-Quran itu sebagai berikut:
1.      Perbedaan dalam i’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat. Kata Al-bakhl yang berarti kikir di sini dapat dibaca fathah pada huruf ba’nya sehingga dibaca “bi Al-bakhli”; dapat pula dibaca dhammah pada ba’nya sehingga menjadi “bi Al-bukhli”
2.      Perbedaan pada i’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya. Misalnya pada firman Allah : Artinya : “ Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami.” (QS. Saba’ [34] : 19)
3.      Perbedaan pada perubahan huruf antara perubahan huruf i’rab dan bentuk tulisannya, sementara maknanya berubah. Misalnya pada firman Allah : Artinya : “ ... dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali.” ( QS. Al-Baqarah [2] : 259)
4.      Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya, tapi makna tidak berubah. Misal pada firman Allah :
Artinya :“ ... dan gunung-gunung seperti bulu yang di hambur-hambur kan.” (QS. Al-Qari’ah [101] : 5)
5.      Perbedaan pada kalimat dimana bentuk dan maknanya berubah pula. Misal pada ungkapan thal’in mandhud thalhin mandhud
6.       Perbedaan pada mendahulukan dan mengakhirkannya. Misal pada firman Allah:
Artinya :“ Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.” (QS. Qaf [50] : 19)
7.      Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf, seperti pada firman Allah : Artinya : “ ... surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2] :25)

D.    Tujuh Tokoh Qurro yang Mahsyur
1.      IMAM  NAFI'  AL-MADANI
Nama lengkap       : Nafi' bin 'Abdurrohman bin abi nu'aim allaitsi
Nama panggilan    : Abu Ruwaim dan ada yang mengtakan, Abu 'Abdillah
Lahir                      : Tahun 70 H.
Wafat                    : Tahun 169 H.
Asal                       : Dari Al-ashbahani tinggal di Madinah Al munawwaroh
Perowinya             : Qolun dan Warsy
2.     QOLUN
Nama Lengkap      : 'Isa bin Mina bin Wardah bin Isa bin 'Abdushshomad
Nama Panggilan    : Abu Musa Laqob
Nama Sebutan       : Qolun, nama Laqob yang diberikan oleh Nafi' selaku gurunya  karena keindahan bacaannya, Qolun dalam  bahasa Romawi atau Greek berarti indah.
Lahir                      : Tahun 120 H.
Wafat                    : Tahun 220 H. di Madinah Al-munawwaroh
3.      WARSY
Nama lengkap       : 'Usman bin Sa'id Al-mishri
Nama panggilan    : Abu Sa'id Laqob
Nama Sebutan     : Warsy, diberi Laqob Warsy oleh Nafi' selaku gurunya karena kulitnya yang sangat putih
Lahir                      : Tahun 110 H.
Wafat                    : Tahun 197 H. di Mesir.
4.     IMAM IBNU  KATSIR
Nama Lengkap      : 'Abdulloh Ibnu Katsir Al-makki
Nama Panggilan    : Abu Ma'bad ( menurut keterangan yang masyhur )
Lahir                      : Tahun 45 H.
Wafat                    : Tahun 120H.
Perowinya             : Al-bazzi dan Qumbul
5.      AL-BAZZI
Nama Lengkap                  : Ahmad bin Muhammad bin 'Abdulloh bin Abi Bazzah
Nama panggilan                : Abul-hasan
Nama Sebutan                   : Al-bazzi, nama laqob Al-bazzi karena nisbah kepada datuknya yaitu  Al-bazzah
Lahir                                  : Tahun 170 H.
Wafat                                 : Tahun 250 H. 
6.     QUMBUL
Nama lengkap                   : Muhammad bin 'Abdurrohman bin Muhammad bin Kholid bin   Sa'id  bin Al-makhzumi Al-makki
Nama panggilan                : Abu 'Amr
Laqob                               : Qumbul, karena beliau termasuk kaum Al-qonabilah
Lahir                                  : Tahun 195 H.
Wafat                                 : Tahun 291 H.
7.      IMAM  ABU  'AMR  AL-BASHRI
Nama Lengkap                  : Zaban bin Al-'ala bin 'Imar Al- mazani Al-bashri
Nama Panggilan                : Abu 'Amr
Lahir                                  : Tahun 68 H.
Wafat                                : Tahun 154 H.
Perowinya                         : Adduri dan Assusi
E.     Hikmah Keragaman Qira’at Al-Qur’an
Bervariasinya qira’at mempunyai faedah dan manfaat bagi umat islam. Al-Qaththan menyebutkan empat faedah, yaitu sebagai berikut :
a.       Meringankan dan memudahkan umat islam membaca Al-Qur’an, suatu lafal yang sulit di ucapkan dapat di ganti dengan lafal yang mudah.
b.      Menunjukan betapa terjaganya kitab Allah ini dari perubahan dan penyimpangan ini
c.       Sebagai bukti kemukjizatan Al-Qur’an dari segi kepadatan maknanya, karena suatu qira’at menunjukan suatu hukum syara’ tertentu tanpa pengulangan lafal
d.      Menjelaskan hal-hal yang mungkin  belum jelas dalam qira’at yang lain.














KELOMPOK 11

A.  Pengertian Tajwid dan Ilmu Tajwid
TajwÄ«d (تجويد) secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan baik dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata Jawwada (جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci al-Quran maupun bukan.
Sedangkan ilmu tajwid diartikan sebagai : ilmu yang menjelaskan hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang harus dijaga pada saat membaca Al-Quran, sesuai dengan apa yang dipraktekkan kaum muslimin, dari generasi ke generasi sejak zaman Rasulullah SAW.
a.    Keutamaan Tajwid
     Pada ayat di atas diisyaratkan bahwa Al-Quran idealnya dibaca dengan benar, baik agar bisa mempengaruhi hati mereka yang mendengarnya. Sebaliknya, jika al-quran dibaca dengan seenaknya, maka tidak akan berpengaruh apapun bagi hati yang mendengarnya.

B. Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid
Para ulama menyatakan bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah fardhu kifayah tetapi mengamalkan tajwid ketika membaca al-Quran adalah fardhu ain atau wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukallaf atau dewasa.

C. Objek Pembahasan Ilmu Tajwid
Objek pembahasan dalam Ilmu Tajwid, secara garis besar meliputi :
a.    Hukum-hukum berkaitan dengan Nun ( Ahkamu an-Nuun)
b.    Hukum-hukum berkaitan dengan Hamzah ( ahkaamu alhamzah)
c.    Tata Cara Berhenti ( Kaifiyah Al-Waqf )
d.   Makhorijul Huruf ( Tempat Keluar Huruf)
e.    Sifat-sifat Huruf
f.     Ahkamul Mad ( Panjang Pendek Harokah)
D. Kesalahan-Kesalahan dalam Praktek Tajwid
Kesalahan dalam praktek tajwid , secara umum bisa dibagi menjadi dua bagian besar :
1.    Kesalahan Al-Lahn ( Kekurangan dalam pelafalan /tanpa tajwid)
     Kesalahan al-lahn dibagi menjadi dua bagian ;
a.    Kesalahan Al-Jaliyy (yang Jelas) yaitu kesalahan pelafalan / tajwid yang diketahui oleh banyak orang awam secara umum. Misalnya adalah : salah dalam harokat ( I’rob), atau salah dalam tashrif.
b.    Kesalahan Al-Khofiyy (tersembunyi), yang tidak diketahui kecuali oleh mereka yang bergelut lama di ilmu tajwid atau pakar di bidang Qiro’at. Seperti dalam masalah makhorijul huruf dan sifat-sifatnya.
2.    Berlebihan dalam Tajwid
     Berlebihan dalam pengucapan dan pelafalan Al-Quran juga sama bahayanya dengan meninggalkan tajwid. Berikut contoh-contoh kesalahan yang berhubungan dengan berlebihan dalam pengucapan al-Quran :
At-Tar’iid    :           pembacaan al-quran dengan bergetar secara berlebihan, bagaikan orang yang menggigil kedinginan atau menahan sakit.
At-Tarqish  :           berhenti dan diam pada tempat berhenti, untuk kemudian melanjutkan harokah dengan cepat seperti lari dari musuh atau terkejut.
At-Tathriib  :           pembacaan seperti musik, khususnya memanjangkan secara berlebihan pada huruf mad
At-Tahziin   :           membaca al-Quran dengan nada sedih yang berlebihan dan hampir-hampir menangis berlebihan
At-Tardiid   :           pengulangan ayat terakhir yang dibaca seorang qori’ oleh sekumpulan orang yang mendengarkannya
E. Keutamaan Tilawah
1.  Orang yang mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan Al-Qur`an termasuk insan
yang terbaik, bahkan ia akan menjadi Ahlullah (keluarga Allah).
2. Mendapatkan Syafaat dari Al-Qur`an pada hari kiamat.
3.  Shahibul Qur`an akan memperoleh ketinggian derajat disurga.
4. Orang yang membaca Al-Qur`an akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat.
6.  Orang yang berhak menjadi imam shalat adalah orang yang paling banyak
7.  Tilawah Al-Qur`an akan dapat melembutkan hati bagi pembacanya atau orang yang
mendengarkanya dengan baik.

F. Adab Tilawah
     Dianjurkan bagi orang yang membaca Quran memperhatikan hal-hal berikut :
1.    Hendaknya membaca Quran  dalam keadaan berwudlu, karena ia termasuk dzikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi orang yang berhadast.
2.    Membacanya hanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan Al-Quran.
3.    Membacanya dengan khusyuk, tenang dan bersahaja.
4.    Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.
5.    Membaca taáwwuz  (audzu billahi minasysyaitanir rajim) pada permulaannya,
6.    Membaca basmalah pada permulaan setiap surah, kecuali surah Al-Baraáh At-taubah).
7.    Membacanya dengan tartil yaitu dengan pelan dan terang serta memberikan setiap huruf haknya (betul makhrajul hurf dan tajwidnya), seperti panjangnya, idgamnya,
8.    Memikirkan dan mentadabburi  ayatayat yang dibacanya.
9.  Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Quran yang berhubungan dengan janji dan ancaman.
10. Membaguskan suara karena itu akan lebih berasa di hati.
11. Mengeraskan bacaan jika dianggap lebih baik dan tidak menimbulkan riya.
















KELOMPOK 12

A.    PENGERTIAN TAFSIR, TA’WIL, DAN TERJEMAH
1.      Tafsir
Tafsir menurut bahasa artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru–tafsiran yang berarti keterangan, penjelasan atau uraian. Kata kerjanya mengikuti wajan “daraba-yadribu” dan nasara-yansuru”. Dikatakan: “fasara (asy-syai’a) yafsiru” dan “yafsuru, fasran”, dan “fassarahu”, artinya “abanahu” (menjelaskannya). Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam lisanul arab dinyatakan: kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata “at-tafsir” berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang musykil.
2.      Takwil
Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “aul”, yang berarti kembali keasal. Ta’wil kalam dalam istilah mempunyai dua makna
Pertama, ta’wil kalam dengan pengertian sesuatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara, orang pertama) mengembalikan perkataannya, atau sesuatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Dan kalam itu kembali dan merujuk kepada makna hakikinya yang merupakan esensi sebenarnya yang dimaksud. Kalam ada dua macam, insya dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insya’ adalah amr (kalimat perintah). Maka ta’wilul amr ialah esensi perbuatan yang diperintahkan.
Kedua, ta’wilul kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya. Pengertian inilah yang yang dimaksudkan Ibn Jarir at-Tabari dalam  tafsir-nya dengan kata-kata: “pendapat tentang ‘ta’wil’ firman Allah ini … begini dan begitu..” dan kata-kata: ”Ahli ta’wil’ berbeda pendapat tentang ayat ini.” Jadi yang dimaksud dengan kata “ta’wil” disini adalah tafsir.
3.      Terjemah
Arti terjemah menurut bahasa adalah salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Kata terjemah berasal dari bahasa arab, “tarjama” yang berarti menafsirkan dan menerangkan dengan bahasa yang lain (fassara wa syaraha bi lisanin akhar), kemudian kemasukan “ta’ marbutah” menjadi al-tarjamatun yang artinya pemindahan atau penyalinan dari suatu bahasa ke bahasa lain (naql min lighatin ila ukhra).
B.     PERBEDAAN TAFSIR, TAKWIL DAN TERJEMAH
Tafsir: menjelaskan makna ayat yang kadang-kadang dengan panjang lebar, lengkap dengan penjelasan hokum-hukum dan hikmah yang dapat diambil dari ayat itu dan seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat-ayat tersebut.
Ta’wil: mengalihkan lafadz-lafadz ayat al-Qur’an dari arti yang lahir dan rajih kepada arti lain yang samar dan marjuh.
Terjemah: hanya mengubah kata-kata dari bahasa arab kedalam bahasa lain tanpa memberikan penjelasan arti kiandungan secara panjang lebar dan tidak menyimpulkan dari isi kandungannya.
Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan terjemah di pihak lain adalah bahwa berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata di dalam Al-Qur’an dan mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang aslinya bahasa Arab ke bahasa non Arab.
Para mufassirin telah berselisih tentang makna tafsir dan takwil:
1.      Menurut Abu Ubaidah: “Tafsir dan takwil satu makna.” Pendapat ini di bantah oleh para ulama yaitu diantaranya Abu Bakar Ibnu Habib an-Naisabury.
2.      Menurut Al-Raghif Al-Ashfahani: “Tafsir itu lebih umum dan lebih banyak dipakai mengenai kata-kata tunggal, sedangkan takwil lebih banyak dipakai mengenai  makna dan susunan kalimat.
3.      Menurut setengah ulama : “Tafsir menerangkan makna lafazh yang tidak menerima selain dari satu arti. Sedangkan takwil menetapkan makna yang dikehendaki oleh suatu lafazh yang dapat menerima banyak makna, karena ada dalil-dalil yang menghendakinya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan  bahwa perbedaan tafsir dan takwil yaitu:
  1. Tafsir itu lebih umum dari takwil karena dipakai dalam kitab Allah dan lainnya, sedangkan takwil itu lebih banyak digunakan dalam kitab Allah.
  2. Tafsir pada umumnya digunakan pada lafazh dan mufradat (kosakata), sedangkan takwil pda umumnya digunakan untuk menunjukan makna dan kalimat.
  3. Takwil diartikan juga sebagai memalingkan makna suatu lafazh dari makna yang kuat (ar-rajih) ke makna yang kurang kuat (al-marjuh), karena disertai dalilyang menunjukan demikian. Sedangkan tafsir menjelaskan makna suatu ayat berdasarkan makna yang kuat.
  4. Para ulama ada juga yang berpendapat bahwa tafsir adalah penjelasan yang berdasarkan riwayah, dan takwilberdasarkan dirayah.
Metode Tafsir
Ulama selalu berusaha untuk memahami kandungan al-Quran sejak masa ulama salaf sampai masa modern. Dari sekian lama perjalanan sejarah penafsiran al-Quran, banyak ditemui beragam tafsir dengan metode dan corak yang berbeda-beda. Dari sekian banyak macam-macam tafsir, ulama mencoba membuat menglasifikasikan tafsir dengan sudut pandang yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya.
Jika dilihat dari segi etnis atau cara bagaimana mufassir menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an, maka tafsir itu dapat dikategorikan dalam beberapa macam yaitu:
  1. Tahlili
  2. Muqarran
  3. Ijmali
  4. Maudhu’i
Corak Tafsir
Tafsir merupakan karya manusia yang selalu diwarnai pikiran, madzhab, dan disiplin ilmu yang ditekuni oleh mufassirnya, oleh karena itu buku-uku tafsir mempunyai  berbagai corak pemikiran dan madzhab. Diantara corak tafsir yaitu adalah sebagai berikut:
1.      Tafsir Shufi
Tafsir shufi yaitu suatu karya tafsir yang diwarnai oleh teori  atau pemikiran tasawuf, baik tasawuf teoritis(at-tasawuf an-nazhary) maupun tasawuf praktis (at-tasawuf al-‘amali).
2.      Tafsir Falsafi
Yaitu suatu karya tafsir yang bercorak filsafat. Artinya dalam menjelaskan suatu ayat, mufassir merujuk pendapat filosof. Persoalan yang diperbincangan dalam suatu ayat dimaknai berdasarkan pandangan para ahli filsafat.
3.      Tafsir Fiqhi
Yaitu penafsiran al-Qur’an yang bercorak fiqih, diantara isi kandungan al-Qur’an adalah penjelasan mengenai hukum, baik ibadah maupun muamalah. Tafsir fiqih ini selain lebih banyak berbincang mengenai persoalan hukum , juga kadang-kadang diwarnai oleh ta’asub (fanatik). Buku-buku tafsir fiqhi ini dapat pula dikategorikan kepada corak lain yaitu tafsir fiqhi hanafi, maliki, syafi’i, dan hambali.
4.      Tafsir ‘Ilmi
Yaitu tafsir yang bercorak ilmu pengetahuan modern, khususnya sains  eksakta. Tafsir ini selalu mengutiip teori-teori ilmiah yang berkaitan denagn ayat yang sedang ditafsirkan.  Seperti biologi, embriologi, geologi, astronomi, pertanian, perterrnakan, dan lain-lain. Contoh tafsir yang bercorak ilmi yaitu: Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an Al-karim karya Thanthawi Jauhari dan Mafatih Al-Ghaib karya Ar-Razi, Khalq Al-Insan Bayna Ath-Thib Wa Al-Qur’an karya Muhammad Ali Al-Bar.
5.      Corak Al-Adabi WaAl-Ijtima’i
Yaitu tafsir yang bercorak sastra kesopanan dan sosial. Dengan corak ini mufassir mengungkap keindahan dan ke agungan Al-Qur’an yang meliputi aspek balagah, mukjizat, makna, dan tujuannya. Mufassir berusaha menjelaskan sunnah yang terdapat pada alam dan sistem sosial yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan berusaha memecahkan persoalan kemanusiaan pada umumnya dan umat islam pada khususnya, sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an.
C.    Pengertian Dan Perbedaan Tafsir Bil Ma’tsur Dan Tafsir Bi Ro’yi
1.       Tafsir Bi Al-Ma’tsur
Adalah penafsiran Al-Qur’an yang mendasarkan pada penjelasan Al-Qur’an rasul, para sahabat melalui ijtihadnya. Tafsir yang merujuk pada penafsiran al-qur’an dengan al-qur’an atau penafsiran al qur’an dengan al-hadits melalui penuturan para sahabat. Jenis tafsir ini merupakan tafsir yang tertinggi yang tidak dapat diperbandingkan dengan sumber lain. Hukum Tafsir Bi Al-Ma’tsur Yaitu Tafsir Bi Al-Ma’tsur wajib untuk mengikuti dan diambil karena terjaga dari penyelewengan makna kitabullah.
2.      Tafsir Bir-Ra’yi
Berdasarkan pengertian ra’yi berarti keyakinan dan ijtihad sebagaimana dapat didefinisikan tafsir Bir-ra’yi adalah penjelasan yang diambil berdasarkan ijtihad dan metodenya dari dalil hukum yang ditunjukkan. Yaitu penafsiran Al-Qur’an berdasarkan rasionalitas pikiran (ar-ra’yu), dan pengetahuan empiris (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan kemampuan “ijtihad” seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran riwayat-riwayat (ar-riwayat). Disamping aspek itu mufassir dituntuk untuk memiliki kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi, dan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufassir. Hukum Tafsir Bir-ra’yi yaitu Tafsir banyak dilakukan oleh ahli bid’ah yang menyakini pemikiran tertentu kemudian membawa lafazh-lafazh Al-Qur’an kepada pemikiran mereka tanpa ada pendahuluan dari kalangan sahabat. Tafsir berlandaskan pokok-pokok pemikiran mereka yang sesat, sering penafsiran Al-Qur’an dianggap dengan akal semata, maka hukumnya adalah haram.
Dari uraian yang telah dijelaskan diatas bahwa tafsir, takwil dan terjemah banyak mengandung pengertian dari para ulama berdasarkan tujuan dari tafsir, takwil dan terjemah adalah sebagai penjelasan yang terkandung dalam Al-qur’an.
D.      KITAB-KITAB TAFSIR BIL MA’TSUR DAN TAFSIR BI RO’YI
a)   Karya-karya Kitab Tafsir bil-ma’tsur :
1.       Tafsir Ibn Abbas
2.       Tafsir Ibn ‘Uyainah
  1. Tafsir Ibn Abi Hatim
  2. Tafsir Abu Syaikh bin Hibban
  3. Tafsir Ibn ‘Atiyyah
  4. Tafsir Abu Laits as-Samarqandi
  5. Tafsir Abu Ishaq, al-Kasyfu wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an
  6. Tafsir Ibn Jarir at-Thabari, Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an
  7. Tafsir Ibn Abi Syaibah
  8. Tafsir al-Baghawi, Ma’alimu at-Tanzil
  9.  Tafsir Abil Fida’ al-Hafidz Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim
  10. Tafsir as-Sa’labi, al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an
  11.  Tafsir Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Duru al-Mansur fi Tafsiri bi al-Ma’tsur
  12. Tafsir as-Syaukani, Fath al-Qadir
b)      Kitab-kitab Tafsir Bir-Ray’i yang Terpenting
Diantara kitab-kitab tafsir bir ra’yi yang menjadi pegangan, yang dikarang oleh Ahlus Sunnah, ialah:
1.       Tafsir al Jalalaini, yaitu: tafsir yang disusun oleh Jalaludin Muhammad al Mahalliy dan disempurnakan oleh Jalaluddin Abdur Rahman as Sayuithi.
2.       Tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil,yang terkenal dengan tafsir al Baidlawi yang disusun oleh Nasiruddin Ibn Sa’id al Baidlawi.
3.       Tafsir Mafatihul Ghaibi yang terkenal dengan tafsir ar Razy yang disusun oleh Muhammad ibn Diya’uddin yang terkenal dengan Khathibur Ray.
4.       Tafsir Irsyadul Aqlis Salim ila mazayal quranil karim, yang disusun oleh Abus Su’ud Muhammad ibn Muhammad Ibnu musthafa ath Thahawi.
5.       Tafsir Ruhul Ma’ani, yang disusun oleh Shihabuddin al Amsyi
6.       Tafsir Ghara-Ibul Qur’an wa Ragha-Ibul furqon yang disusun oleh Nidhamuddin Al Hasan Muhammad an Naisaburri.
7.       Tafsir As Sirajul Munier Fil i-anati –ala ma’rifati Falani rabinal khabir, yang disusun oleh Muhammad Asy Syarbini al Khatib.
8.       Tafsir Lubabut ta’wil fi Ma’anit tanjil, wa haqa-iqut ta’wil yang disusun oleh Abul Barakat Abdullah Ibnu Mahmud an Nasafy.
9.       Tafsir al Khazin, yang disusun oleh Allauddin Ali Ibn Muhammad Ibn Ibrahim al Baghdadiy yang terkenal dengan nama al Khazin.
Dari Tafsir-tafsir diatas dapat diperjelas sebagai berikut:
1.       Tafsir al Jalalalin
Tafsir ini, adalah tafsir bernilai tinggi, mudah kita memahaminya, walaupun sangat pendek uraian-uraiannya. Tafsir ini kadang- kadang dicetak bersama-sama dengan al qur’an, kadang-kadang bersama dengan Hasyiyahnya ash Shawiy dan kadang-kadang dengan Hasyiyahnya al Jamal. Kebanyakan ulama besar memilih objek ini untuk menjadi objek pelajaran tafsir. Bahkan al imam Muhammad Abduh menjadika tafsir ini sebagai bahan pokok bagi tafsirnya.
2.       Tafsir Al-Baidlawi
Tafsir ini, adalah tafsir yang bernilai tinggi dan baik kupasannya yang mengumpulkan antara tafsir dan takwil, berdasar kepada undang-undang bahasa arab serta menetapkan dalil-dalil yang sesuai denggan dasar-dasar yang dipergunakan Ahlussunnah. Sayangnya beliau menutupi setiap surat dengan menerangkan hadits yang menerangkan keutamaan surat itu yang terkadang-kadang hadits itu Dha’if. Hasyiyah yang terbaik, ialah Hasyiyah asyihab al Khafajy. Dan tafsir ini mempunyai banyak pula hasyiyah yang lain. Diantaranya Hasyiyah Al Kazruniy.
3.       Tafsir Al Fakhrur Razi
Tafsir ini, berisikan dengan berbagai-bagai keterangan untuk membelqa aqidah ahlus sunnah. Terkadang-kadang berlebih-lebihan dalam membela pendirian Ahlus sunnah itu. Beliau mengemukakan dalil-dalil mengenai masalah ke-Tuhannan menurut system yang ditempuh oleh ahli-ahli Falsafah. Walaupun beliau menyesuaikan alas an-alasannya dengan pendiri ahlus sunnah dan kadang-kadang beliau memperkatakan pula ilmu-ilmu tabi’I seperti masalah palak, langit, bumi, binatang, tumbuh-tumbuhan, dsb.
4.       Tafsir Abu Su’ud
Tafsir ini, suatu tafsir yang indah, susunan bahasanya sangat menarik. Tafsir ini, mengemukakan kepada kita tentang balagoh Al-qur’an dan tentang kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa, disamping mempertahankan pendirian Ahli Sunnah. Abu Su’ud menjauhkan diri dari pada memanjang-manjangkan keterangan yang tidak berpaedah.
5.       Tafsir An-Naisaburiy
Tafsir ini, amat mudah ibaratnya. Tafsir ini memperhatikan masalah Qiro’at, masalah Waqof, disetiap marhalah dari marhalah-marhalah tafsir, serta memperhatikan pula Takwil Isyariy diakhir tiap-tiap marhalah itu.
6.       Tafsir al-Alusiya
Tafsir ini adalah salah satu dari pada tafsir yang kita golongkan dalam golongan isyariy yaitu mentafsirkan Al-Qur’an bukan dengan dhahirnya untuk mengutarakan sesuatu yang tersembunyi yang hanya dapat dilihat oleh ahli-ahli tasawuf dan mungkin dikumpulkan antara isyarat itu dengan apa yang dimaksudkan dari pada dhahir Al-Qur’an.
7.       Tafsir an-Nasafiy
Tafsir ini adalah suatu tafsir yang baik, yang bernilai, yag berkembang dalam masyarakat, mudah dalam pembicaraannya. Menurut pendapat dalam mentakwilkan Al-Qur’an dan mengumpulkan segala macam I’rab dan qira’ah, serta mengandung masalah-masalah yang penting dari ilmul badie dan qiraat menguatkan pendapat-pendapat Ahlussunnah Waljam’ah, lagi kosong dari pendapat-pendapat ahli bid’ah. Dia suatu tafsir yang sederhana, tidak panjang meembosankan dan tidak pula pendek mengurangi maksud.
8.       Tafsir al- Khatib
Tafsir ini, adalah suatu tafsir yang tinggi nilainya. Tafsir ini menitik beratkan pembahasannya kepada tiga perkara: 1) Menguatkan dalil-dalil yang dikemukakan dan memberikan alas an-alasan yang sempurna, 2) Memperkatakan persesuaian antara surat dengan surat dan antara ayat dengan ayat, 3) Menerangkan kisah dan riwayat.
9.       Tafsir al-Khazin
Tafsir ini, suatu tafsir yang mentafsirkan Al-Qur’an dengan riwayat tetapi pengarangnya tidak menyebut sanad dari riwayat-riwayat itu. Diantara keistimewaannya, ialah menerangkan suatu kisah dengan menyebut pula hal-hal yang batil dari pada kisah-kisah itu, agar orang tidak terpedaya denggan kisah-kisah tersebut.


















RANGKUMAN MAKALAH
PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN
Makalah Ini Diajukan Sebagai Tugas Individu
Mata Kuliah : Pengantar Studi Al-Qur’an
DOSEN PENGAMPU : H. Jajang Aisyul Muzakki, M.Pd.I


Description: D:\uiio.jpeg



Disusun Oleh :
NAMA : SANWASI
NIM : 1414161052
KELAS : IPA BIOLOGI-B


TADRIS IPA BIOLOGI-B
SEMESTER 1

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

HIMBIO IAIN CIREBON Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com tipscantiknya.com kumpulanrumusnya.comnya.com